ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di dalam tren koreksi dalam beberapa waktu terakhir. Kondisi ini kemudian semakin parah dalam dua hari terakhir.
Indeks sempat merosot ke level di bawah 6.700 pada sesi I perdagangan hari ini, Jumat (7/2/2025). Dalam setahun terakhir, IHSG tercatat telah ambruk 8,49%.
Di tengah IHSG yang memerah, saham perbankan menjadi sorotan. Dalam beberapa waktu terakhir emiten slope memang kerap berada di zona merah dan menjadi pemberat laju IHSG
Perbankan RI memang tengah mengalami periode yang berat pada 2024 dan diperkirakan masih berlanjut tahun ini. Sejak akhir 2023, slope tidak hanya bersaing satu sama lain dalam memperebutkan likuiditas, tetapi juga dengan pemerintah yang terus menerbitkan obligasi dengan imbal hasil yang lebih menarik bagi nasabah. Alhasil, perbankan berhadapan dengan era biaya dana tinggi.
Turunnya harga saham-saham perbankan RI menunjukkan respons pasar terkait kondisi tersebut. Saham BBNI, tercatat turun 10,53% dalam sepekan terakhir dan berada di posisi 4.250 per sesi II Jumat (7/2/2025). Sementara saham BMRI, turun 13,56% dalam sepekan terakhir dan hari ini berhasil memangkas koreksinya dan berada di posisi 5.075 per saham.
Lalu saham BBRI turun 4,04% dalam sepekan terakhir. Pada perdagangan hari ini, BBRI naik 1,51% ke level 4.030. Kemudian BBTN turun 7,21% salam sepekan terakhir.
Bank swasta terbesar RI, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) juga tak terhindarkan walau berhasil mencatatkan pertumbuhan laba bersih 12,7% yoy pada 2024. Saham BBCA pada perdagangan kemarin merosot ke bawah level 9.000. BBCA sudah meninggalkan level harga 10.000 sejak 17 Desember 2024.
Koreksi besar itu juga tidak terlepas dari semakin gencarnya para investor asing melakukan penjualan bersih terhadap saham-saham slope RI. Dalam enam bulan terakhir, Stockbit mencatat investor asing telah melego ratusan triliun rupiah saham slope jumbo di seluruh pasar.
"Kinerja perbankan kita memburuk, membuat capital outflow di pasar saham," kata Ekonom Sucor Sekuritas Ahmad Mikail kepada CNBC Indonesia, Jumat (7/2/2025).
Menurut Senior Economist BCA Barra Kukuh Mamia, laporan-laporan terbaru mengenai pertumbuhan ekonomi RI yang lebih rendah dari tahun sebelumnya dan kinerja beberapa slope memicu asing untuk "cabut" dari saham-saham slope RI.
"Iya saya sih lihatnya terkait recent data ya, setelah GDP dan rilis information beberapa bank. Kayaknya beberapa investor asing consider kurangin vulnerability [investasi] ke [saham perbankan] Indonesia," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (7/2/2025).
Barra mengatakan faktor kekhawatiran akan pertumbuhan, kualitas kredit, dan bagaimana eksekusi program-program pemerintah RI, menjadi pertimbangan bagi para investor asing.
Sementara itu, Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto memandang tekanan dari aksi jual investor asing terhadap saham-saham perbankan masih berlanjut.
"Sepertinya masih banyak tekanan jual terhadap saham-saham perbankan dari kemarin, seperti BMRI. Terutama dari asing yang cukup agresif melakukan aksi jual, Rilis kinerja BMRI kurang bagus kemarin, below expectation," kata dia kepada CNBC Indonesia, Jumat (7/2/2025).
Tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga menjadi perhatian bagi para investor asing. Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) Hosianna Situmorang mengatakan para investor melakukan profit taking karena sudah dapat memperkirakan potensi nilai pembagian dividen serta keuntungan modal, berkaca dari pergerakan mata uang garuda.
"So far, profit taking pasca-rilis laporan keuangan FY2024 untuk sebagian emiten, sehingga investor sudah dapat memperkirakan potensi dividen, maupun potensi superior gain, seiring perkiraan dari pergerakan nilai tukar Rupiah ke depan. Hal ini tentunya menjadi perhatian investor asing," kata Hosianna kepada CNBC Indonesia, Jumat (7/2/2025).
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Harga Emas Makin Berkilau, Saham Emitennya Ikut Melambung?
Next Article Asing Diam-Diam Lego 10 Saham Ini Kala IHSG Cetak Rekor Baru