Tatib Baru Dpr Bisa Rekomendasi Copot Pejabat Dinilai Tak Masuk Akal

Sedang Trending 2 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

SETARA Institute mengkritik revisi Tata Tertib DPR yang kini memungkinkan DPR bisa mengevaluasi pejabat negara yang mereka pilih. Hasil evaluasi ini nantinya bisa berujung pada rekomendasi pemberhentian.

Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi mengatakan ketentuan baru dalam Tatib DPR merupakan intervensi keliru atas prinsip check and balances dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

"Memang tidak ada penyebutan pencopotan pejabat, tetapi frase pada Pasal 228A Ayat (2) menyebutkan hasil evaluasi bersifat mengikat, tentu bisa berujung pada pencopotan, jika hasil evaluasi itu merekomendasikan pencopotan seorang pejabat penyelenggara negara," kata Hendardi dalam keterangan tertulis, Kamis (6/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengatakan substansi norma Pasal 228A yang ditambahkan dalam Tatib DPR itu keliru secara formil.

Hendardi menyebut peraturan soul sebuah lembaga negara seharusnya hanya mengatur urusan soul kelembagaan dan/atau mengatur pihak-pihak yang berhubungan dengan lembaga tersebut.

Sementara secara substantif, norma itu dinilai bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yakni kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.

"Frase menurut UUD ini ditujukan untuk menjamin kemerdekaan dan independensi lembaga-lembaga yang diatur UUD, memastikan kontrol dan keseimbangan antar masing-masing cabang kekuasaan, dan tidak boleh ada pengaturan lain yang secara substantif melemahkan independensi lembaga-lembaga negara baik yang dibentuk dengan UUD maupun UU lainnya," kata dia.

Hendardi berpendapat norma Pasal 228A itu juga melampaui puluhan UU sektoral lain, yang justru memberikan jaminan independensi pada Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Bank Indonesia (BI), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), danKomisi Yudisial (KY). Kewenangan evaluasi DPR itu dinilai absurd othername tak masuk akal.

Hendardi mengatakan DPR gagal memahami makna frase pengawasan yang merupakan salah satu fungsi DPR sebagaimana Pasal 20A (1) UUD 1945.

Ia menyebut fungsi pengawasan yang melekat pada DPR adalah mengawasi organ pemerintahan lain dalam menjalankan undang-undang.

"Artinya yang diawasi DPR adalah pelaksanaan UU bukan kinerja individual apalagi kasus-kasus yang seringkali menimbulkan konflik kepentingan berlapis," katanya.

Menurutnya, dalam sistem presidensial, jika pun DPR diberi kewenangan menyetujui pencalonan, memilih, atau menetapkan pimpinan lembaga, semata-mata ditujukan untuk memastikan adanya kontrol dan keseimbangan antar lembaga negara dan memastikan pembatasan bagi presiden agar tidak secara bebas memutuskan.

Hendardi mengatakan supremasi parlemen yang melampaui prinsip pembagian kekuasaan sebagaimana Pasal 1 (2) UUD tidak boleh dibiarkan.

"Sebaiknya DPR berfokus pada tugas utama pembentukan UU, pengawasan atas berjalannya UU yang dibentuknya dan fungsi budgeting secara lebih berkualitas, bukan merancang ranjau-ranjau politik dan kekuasaan yang ditujukan bukan untuk kepentingan rakyat," ucap dia.

Diberitakan, pada rapat paripurna DPR yang digelar Selasa (4/2), DPR menetapkan revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Disepakati ada penambahan satu pasal dalam revisi Tata Tertib (Tatib) DPR, yakni Pasal 228A.

Pasal itu berbunyi, "Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi, DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR. Hasil evaluasi itu bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku".

Rekomendasi penunjukkan pejabat, selama ini diatur dalam Pasal 226 Ayat (2) Tatib DPR. Sejumlah instansi atau lembaga yang penunjukkan pejabatnya melalui mekanisme di DPR itu seperti hakim MK, MA, komisioner KPK, Kapolri, hingga Panglima TNI.

(yoa/tsa)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya