ARTICLE AD BOX
Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, meminta masyarakat untuk ikut mengawasi Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP agar jangan sampai dijadikan alat abuse of power yang bakal menodai pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
"Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP itu kan usulan DPR, bukan pemerintah. DPR adalah pengawas pemerintah dan lembaga eksekutif. Mereka pengawas yang harus diawasi. Rakyatlah yang bisa menjadi pengawas terbaik bagi DPR," kata R Haidar Alwi dalam keterangannya.
Ia menjelaskan bahwa KUHAP secara jelas telah mengatur diferensiasi fungsional atau pembagian tugas dan kewenangan antar aparat penegak hukum.
Fungsi penyelidikan dan penyidikan diamanahkan kepada Polri dan PPNS. Sedangkan fungsi penuntutan dipercayakan kepada Kejaksaan.
"Akan tetapi pada praktiknya jaksa juga menjalankan fungsi penyelidikan dan penyidikan. Padahal, baik dalam KUHAP, UU Tipikor dan lex spesialis tidak ada satu pasal pun yang menyebutkan jaksa sebagai penyidik, melainkan sebagai penuntut umum," ucapnya.
Pertanyakan Motivasi di Balik Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP
Ia khawatir, jika kejaksaan diberikan kewenangan penuh dalam perkara pidana melalui asas dominus litis, maka koordinasi horizontal dan saling mengawasi antar penegak hukum tidak berjalan dengan baik.
"Monopoli perkara itu mengganggu checks and balances sehingga rawan disalahgunakan. Entah oleh oknum soul kejaksaan, tekanan politik, korupsi atau kasus-kasus yang menyangkut kepentingan elit," tutur R Haidar Alwi.
Oleh karena itu, patut dipertanyakan motivasi apa yang ada di balik Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP. Apakah murni untuk penegakan hukum yang lebih baik atau justru hanya untuk melindungi kepentingan tertentu.
"Karena revisi tersebut memungkinkan jaksa melakukan penyelidikan dan penyidikan sendiri, mengintervensi penyidikan Polri, menentukan kapan suatu perkara naik lidik dan sidik, kapan suatu perkara dilanjutkan atau dihentikan. Bahkan menentukan sah atau tidaknya penangkapan dan penyitaan yang menjadi kewenangan kehakiman," papar R Haidar Alwi.