Guru Besar Soroti Revisi Uu Kuhap, Ingatkan Pentingnya Partisipasi Masyarakat

Sedang Trending 3 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Liputan6.com, Jakarta - Wacana revisi kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) terus menjadi sorotan, terutama terkait beberapa ketentuan yang dinilai masih memiliki ketimpangan.

Salah satunya disampaikan Guru Besar UIN KHAS Jember M Noor Harisudin. Dia menekankan, Revisi UU KUHAP berpotensi menimbulkan kekacauan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia jika tidak dirumuskan dengan bijak.

Noor Harisudin yang juga merupakan Ketua Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) ini menyoroti pentingnya partisipasi publik dalam pembentukan Revisi UU KUHAP.

"Perumusan RUU KUHAP yang baru harus melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat luas. Selain itu, kajian mendalam terhadap kelemahan KUHAP lama harus menjadi bahan evaluasi agar undang-undang yang baru tidak justru menimbulkan permasalahan baru," ujar Noor Harisudin dalam diskusi yang digelar di Studio IJTI Jalan Dewi Sartika, Kaliwates, yang disampaikan melalui keterangan tertulis, Jumat (7/2/2025).

Dia mengatakan, salah satu poin krusial yang menjadi perhatian adalah penghapusan tahap penyelidikan dalam proses hukum. Menurut Noor Harisudin, hal ini dapat mengancam prinsip perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Proses penyelidikan adalah tahap awal yang sangat penting dalam memastikan apakah suatu perkara layak naik ke tahap penyidikan. Tidak semua kasus langsung bisa dianggap sebagai tindak pidana. Jika penyelidikan dihilangkan, dikhawatirkan akan terjadi kriminalisasi yang berlebihan," terang dia.

Tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto meminta majelis hakim untuk membatalkan position tersangka yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Soroti Ketimpangan Keseimbangan Aparat Penegak Hukum

Selain itu, Noor Harisudin juga menyoroti ketimpangan terhadap aparat penegak hukum (APH) dalam RUU KUHAP yang baru. Menurutnya, diperlukan keseimbangan kewenangan antara kepolisian, kejaksaan, dan lembaga peradilan agar tidak terjadi dominasi salah satu pihak.

"Jika ada ketimpangan dalam tugas dan kewenangan APH, maka hal ini bisa berdampak buruk bagi sistem peradilan kita. RUU KUHAP seharusnya mampu menciptakan sinergi peran yang lebih baik antar aparat penegak hukum," tandas Noor Harisudin.

Diskusi juga menghadirkan narasumber lain, di antaranya Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember Ahmad Suryono serta Pengurus DPC Peradi Jember Lutfian Ubaidillah.

Dalam sesi diskusi, Ahmad Suryono menekankan pentingnya reformasi hukum yang lebih holistik, bukan sekadar revisi parsial.

"RUU KUHAP ini harus mencerminkan keadilan substantif dan tidak hanya menjadi produk hukum yang setengah matang," ujarnya.

Sementara itu, Lutfian Ubaidillah menambahkan, revisi KUHAP harus mempertimbangkan aspek efektivitas dalam praktik di lapangan.

Kegiatan ini menjadi forum penting bagi para akademisi dan praktisi hukum dalam memberikan masukan terkait kebijakan hukum acara pidana. Diharapkan, pemerintah dan DPR dapat menyerap aspirasi ini guna menyusun RUU KUHAP yang lebih utuh, komprehensif, dan adil bagi semua pihak.

Selengkapnya