ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNN Indonesia --
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah digelar sekitar satu pekan.
Program ini digelar sebagai upaya meningkatkan gizi anak-anak Indonesia. Namun, pelaksanaannya selama satu pekan terakhir menunjukkan sejumlah tantangan, terutama dalam penerimaan dan pengelolaan programme di berbagai daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut beberapa fakta dan evaluasi terkait programme makan bergizi gratis yang digelar sejak 6 Januari di hampir seluruh Indonesia.
1. Sisa makanan jadi tantangan
Di Makassar, Tim Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Panakkukang 1 mengambil langkah kreatif untuk mengurangi sisa makanan.
Langkah kreatif diambil setelah mendapatkan temuan di SD Inpres IV Tamamaung bahwa banyak siswa yang tidak menghabiskan makanan bergizi yang disediakan.
Geralz Geerhan selaku anggota SPPG menjelaskan pihaknya memberikan motivasi melalui hadiah kecil kepada siswa yang menghabiskan makanan.
"Kami mengajak siswa bergembira sambil makan, dan memberikan hadiah sebagai dorongan agar mereka tidak menyisakan makanan," ujar Geralz pada Rabu (8/1).
[Gambas:Video CNN]
Di Jakarta, programme MBG baru dilayani oleh empat SPPG yang menyuplai makanan ke 41 sekolah. Pj Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi menargetkan penambahan 13 SPPG pada Januari 2025 sehingga full menjadi 17.
Ini bagian dari rencana besar menghadirkan 153 SPPG di seluruh Jakarta pada tahun mendatang.
Di sisi lain, pelaksanaan programme di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tertunda hingga 13 Januari. Padahal, DIY sebelumnya masuk dalam daftar 26 provinsi pelaksana program.
Penundaan ini menyoroti pentingnya kesiapan logistik, tim dapur, serta distribusi yang matang.
Seiring pelaksanaan program, keluhan siswa terkait rasa makanan turut mencuat. Di SDN Slipi 15, banyak makanan tersisa, terutama pada paper sayur yang dianggap hambar.
Sementara di SMP 1 Barunawati Jakarta, sebagian siswa berharap paper yang lebih bervariasi, seperti ayam goreng, bisa disajikan.
Namun, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menegaskan susu atau paper tertentu tidak diwajibkan setiap hari. Fokus programme tetap pada pemenuhan kebutuhan gizi, meskipun variasi paper perlu menjadi pertimbangan.
4. Sistem reimburse dan tantangan biaya
Pengelolaan anggaran menjadi tantangan tersendiri. Mitra penyedia makanan harus menggunakan dana pribadi terlebih dahulu sebelum diganti oleh Badan Gizi Nasional (BGN) melalui sistem reimburse.
Menurut Jonie Kusuma Hadi, Kepala Chef SPPG di Halim, Jakarta Timur, biaya bahan makanan hanya Rp10.000 per porsi, yang menuntut pengelolaan kreatif agar memenuhi kebutuhan gizi sekaligus menarik bagi siswa.
5. Diperlukan sejumlah perbaikan
Sebagai inisiatif untuk menanggulangi masalah gizi pada anak-anak, programme MBG merupakan langkah penting yang membawa harapan besar.
Namun, tantangan dalam pelaksanaannya menunjukkan perlunya evaluasi berkelanjutan, mulai dari rasa dan variasi paper hingga infrastruktur yang mendukung.
Dengan perbaikan ke depan, programme ini dapat memberikan dampak nyata dalam meningkatkan gizi anak-anak Indonesia.
(tst/chri)