Warga Maros Klaim Hutan Mangrove Sudah Ada Shm Saat Beli 2009

Sedang Trending 2 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Makassar, CNN Indonesia --

Pemilik sertifikat hak milik (SHM) atas kawasan hutan mangrove di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Ambo Masse buka suara atas position lahan seluas enam hektare tersebut.

Dia mengaku SHM itu sudah ada saat lahan tersebut dibelinya pada 2009 silam.

"Tahun 2009 saya yang punya. Dulu itu pertama dibeli dari Haji Abu Baidah, lahannya itu milik orang tuanya. Kalau surat akta jual beli, saya tidak tahu membaca, harganya waktu itu Rp 200 juta," kata Ambo Masse kepada wartawan, Selasa (4/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah membeli lahan itu, Ambo mengakui sempat melakukan penebangan di kawasan hutan manggrove. Penebangan pohon-pohon bakau itu, klaimnya, karena melihat pemerintah pada tahun 2001 melakukan pembabatan hutan mangrove untuk pengerjaan jalan.

"Saya itu melakukan menebang, karena ada dasarnya pemerintah merintis membangun jalanan. Jadi saya ikut juga, karena saya pikir tidak ada apa-apanya, tidak dilarang menebang api-api, karena aku punya," ungkapnya.

Kini, Ambo Masse mengaku kaget ketika didatangi sejumlah anggota dari Polres Maros untuk dimintai keterangan terkait pengrusakan kawasan hutan mangrove.

"Kepala desa, pak dusun diakui saya sebagai hak milik. Waktu saya beli ini sudah berbentuk empang," jelasnya.

Ambo Masse menuturkan dirinya tidak pernah mengurus sertifikat lahan mangrove tersebut, karena sudah ada sertifikat lahan sebelumnya.

"Saya tidak pernah mengurus dan tidak berani datang ke BPN, karena saya pikir ini sudah resmi, karena ada sertifikatnya menurut saya," tegasnya.

Terpisah, Kepala Kantor BPN Maros, Murad Abdullah angkat bicara persoalan lahan hutan mangrove di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, memiliki sertifikat hak milik (SHM) atas nama seorang warga, AM yang seluas 6 hektare.

Sertifikat hak milik lahan mangrove tersebut terbit pada tahun 2009 silam berdasarkan adanya rinci.

"Dengan rinci itu, maka sertifikat yang timbul adalah sertifikat hak milik. Nah pada tahun 2009 itu lokasi yang dimaksud itu belum masuk dalam kawasan mangrove. Ini ada dua sertifikat yang terbit pada tahun 2009," kata Murad kepada wartawan, Jumat (31/1).

Kemudian pada tahun 2012 terbit peraturan daerah Nomor 4 tahun 2012, sehingga kawasan tersebut beralih menjadi kawasan mangrove dengan alasan berada di daerah pesisir.

"Maka proses hak pakai dimana pemohon bermohon untuk peningkatan menjadi hak milik itu tidak kami proses lebih lanjut, alasannya karena sekarang sudah masuk ke ranah APH dan disinyalir adanya pengrusakan mangrove," ungkapnya.

Murad menuturkan bahwa pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan dari Polres Maros terkait kasus terbitnya SHM milik AM

"Dalam hal perusakan mangrove dan penerbitan sertifikat yang diterbitkan kantor pertanahan Maros adalah dua hal sejajar tetapi tidak bersinggungan satu penerbitan, satu perusakan sehingga kembali lagi kami menunggu hasil penyelidikan dari Polres Maros. Apakah nanti kita tingkatkan hak atau pada hak pakai kita menunggu dari keputusan penyelidikan Polres Maros," jelasnya.

(mir/kid)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya