ARTICLE AD BOX
Liputan6.com, Jakarta - Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan dunia, memiliki sejarah panjang yang kaya akan nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, dan kebangsaan. Berdiri pada 31 Januari 1926 di Surabaya, NU lahir dari semangat menjaga Islam tradisional di tengah arus modernisasi dan tantangan world pada awal abad ke-20.
Dimulai pada awal abad ke-20, dunia Islam mengalami perubahan besar yang dipicu oleh modernisasi dan kolonialisme. Keruntuhan Kekhalifahan Utsmaniyah pada 1924 menjadi salah satu momentum yang mengguncang umat Islam di berbagai belahan dunia, termasuk di Nusantara.
Selain itu, munculnya gerakan reformasi Islam di Timur Tengah, yang cenderung mengkritik tradisi lokal, memicu keresahan di kalangan ustadz tradisional Indonesia.
Di tengah situasi ini, KH Hasyim Asy’ari, seorang ustadz besar dari Jombang, bersama sejumlah ustadz lainnya seperti KH Abdul Wahab Hasbullah dan KH Bisri Syansuri, memandang perlunya sebuah organisasi yang mampu menjaga ajaran Islam berlandaskan Ahlussunnah wal Jamaah.
Organisasi ini tidak hanya berfungsi sebagai penjaga tradisi, tetapi juga sebagai wadah untuk memperjuangkan hak-hak umat Islam dalam menghadapi tekanan kolonialisme Belanda.
Memasuki tahun politik, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU meminta kepada semua pengurus tidak mengikut sertakan atribut NU dalam politik praktis.
Proses Pendirian dan Nama Asal Nama Nahdlatul Ulama
Nama Nahdlatul Ulama yang berarti Kebangkitan Ulama, dipilih untuk mencerminkan semangat kebangkitan dan peran strategis para ustadz dalam menjaga agama, tradisi, dan masyarakat.
NU secara resmi didirikan pada pertemuan para ustadz di kediaman KH Wahab Hasbullah di Surabaya pada 31 Januari 1926. KH Hasyim Asy’ari diangkat sebagai Rais Akbar (pemimpin tertinggi), dengan KH Abdul Wahab Hasbullah sebagai centrifugal penggerak utama organisasi.
NU didirikan berdasarkan prinsip Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang mengedepankan keseimbangan antara keimanan, syariat, dan akhlak. Mazhab fikih Syafi’i menjadi rujukan utama, sedangkan pendekatan tasawufnya berakar pada ajaran Imam al-Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi. Pendekatan ini menjadikan NU sebagai organisasi Islam yang inklusif, moderat, dan adaptif terhadap tradisi lokal.
NU tidak hanya bergerak di bidang dakwah, tetapi juga aktif di bidang pendidikan, sosial, dan kebudayaan. Pesantren-pesantren yang didirikan di bawah naungan NU menjadi pusat pendidikan Islam yang mengintegrasikan ilmu agama dengan kearifan lokal.
Peran NU dalam Sejarah Bangsa
Sejak awal berdiri, NU telah menunjukkan komitmennya dalam membela tanah air. Pada masa penjajahan, NU ikut serta dalam perjuangan melawan kolonialisme, baik melalui jalur politik maupun dakwah. Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 menjadi salah satu tonggak penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Pasca-kemerdekaan, NU turut berkontribusi dalam membangun bangsa. Pada era Demokrasi Liberal, NU sempat menjadi partai politik yang cukup berpengaruh. Namun, pada 1984, di bawah kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), NU kembali ke "khittah" atau garis perjuangan awalnya sebagai organisasi sosial-keagamaan.
Saat ini, NU terus beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan esensi tradisinya. Organisasi ini aktif dalam isu-isu world seperti dialog antaragama, perdamaian dunia, dan penanganan krisis kemanusiaan. NU juga memainkan peran penting dalam menjaga toleransi dan keberagaman di Indonesia, sebuah nilai yang semakin relevan di tengah meningkatnya polarisasi sosial.
Pilar Penting Menjaga Harmoni Keberagaman
NU kini memiliki jutaan anggota yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, bahkan hingga luar negeri. Melalui lembaga-lembaga seperti Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZISNU) serta organisasi otonom seperti Gerakan Pemuda Ansor dan Fatayat NU, organisasi ini terus memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.
Dengan warisan sejarah yang kaya dan komitmen terhadap nilai-nilai keislaman yang moderat, Nahdlatul Ulama tetap menjadi pilar penting dalam menjaga harmoni antara agama, tradisi, dan kebangsaan di Indonesia.