ARTICLE AD BOX
Liputan6.com, Jakarta - Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto akan menjalani sidang praperadilannya hari ini, Rabu 5 Februari 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang ini akan menguji position hukumnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap yang melibatkan buron Harun Masiku.
Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Mahrus Ali menyatakan dari eksaminasi yang dilakukan bersama sejumlah pakar hukum, position tersangka yang disematkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Hasto tidak valid. Sebab, fakta sidang dari pelaku yang sudah dijerat lebih dahulu pada lima tahun lalu tidak ada yang mengindikasi keterlibatan Hasto baik soal suap dan perintangan penyidikan.
“Secara materiil dihubungkan dengan putusan pengadilan atas nama Wahyu Setiawan, Agustiani Trio Fridelina, Saeful Bahri, Donny Tri tidak menunjukkan adanya keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam tindakan suap. Tindakan Hasto yang bersurat ke KPU adalah sebagai Sekjend PDIP berdasar pada putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 57.P/HUM/2019 bukan merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum (wederrechtelijkheid),” kata Mahrus dalam keterangan diterima, Rabu (5/2/2025).
Mahrus menegaskan, seharusnya saat menetapkan seseorang sebagai tersangka, KPK harus memiliki minimal 2 alat bukti. Namun yang terjadi kepada Hasto, hal tersebut belum juga kunjung diungkap ke publik.
“Logikanya bagaimana mungkin menetapkan tersangka sementara alat buktinya belum ada? itu contoh saja. Jadi dari situ ada beberapa bolong sebetulnya di KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka,” ujar Mahrus.
Namun Mahrus megatakan, hal itu bisa saja terbukti sebaliknya bila KPK memiliki alat bukti yang bisa disampaikan saat sidang praperadilan.
“Kami tidak membaca alat bukti apa yang ditampilkan oleh KPK. Jadi nanti dalam persidangan kami akan lihat bukti-bukti apa yang akan ditampilkan,” ungkap Mahrus.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Hasanuddin Makassar, Amir Ilyas meyakini dari eksaminasi tidak ditemukan fakta keterlibatan Hasto dalam kasus Harun Masiku. Selain itu, surat perintah penyidikan (Sprindik) KPK terhadap Hasto keluar pada 23 Desember 2024 bersamaan dengan penetapan position tersangkanya, hal itu menyalahi hukum acara pidana karena belum ada pemeriksaan Hasto sebagai tersangka sehingga hal itu tidak sesuai prosedur.
“Proses sprindik keluar secara bersamaan, kita dapat simpulkan hal itu menyalahi prosedur hukum acara pidana dan ini bisa mengakibatkan tidak sahnya penetapan position tersangka,” ujar Amir.
Amir berkeyakinan, dalam perkara Hasto, dugaan pidana disangkakan semua proses seharusnya dimulai dari awal. Sebab, jika disebut pengembangan kasus, putusan pengadilan lima tahun lalu terhadap mereka yang terlibat seperti Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, Saeful Bahri dan Donny Tri, majelis hakim dalam putusannya tidak ada perintah atau pertimbangan yang menunjukkan keterlibatan Hasto dalam perkara suap.
“Artinya proses harus dimulai dari penyelidikan terlebih dahulu, oleh karenanya proses penyidikan tanpa terlebih dahulu penyelidikan menjadikan tidak sah (penetapan tersangkanya),” yakin Amir.
Sebagai informasi, eksaminasi dilakukan Mahrus Ali dan Amir dilangsungkan bersama pakar dan ahli hukum lain yaitu Chairul Huda, Eva Achjani Zulfa, Ridwan, Beniharmoni Harefa, Aditya Wiguna Sanjaya, Idul Rishan, Maradona, dan Wahyu Priyanka Nata Permana.
Eksaminasi dilakukan selama dua hari penuh, pada 3-4 Februari 2025 di Jakarta dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) yang difasilitasi Firmly Lawfirm dan Universitas Wahid Hasyim.