ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyebut proses ekstradisi buronan kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos dari Singapura bisa selesai dalam satu atau dua hari.
Supratman mengatakan dokumen ekstradisi untuk Tannos akan diajukan terlebih dahulu ke Pengadilan Singapura. Jika dinyatakan lengkap, kata dia, proses ekstradisi akan langsung dilakukan.
"Semua bisa sehari, bisa dua hari tergantung kelengkapan dokumennya. Karena itu permohonan harus diajukan ke Pengadilan di Singapura. Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap ya pasti akan diproses," kata Supratman kepada wartawan, Jumat (24/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menambahkan saat ini Kementerian Hukum juga telah menerima permohonan ekstradisi Tannos dari Kejaksaan Agung. Surat itu sedang diproses Direktorat Otoritas dan Pusat Hukum Internasional.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, ia menyebut Kemenkum masih membutuhkan dokumen pendukung tambahan baik dari Kejaksaan Agung maupun Polri, khususnya Interpol.
"Masih ada dokumen yang dibutuhkan baik dari Kejaksaan Agung maupun dari Mabes Polri terutama yang interpol ya. Jadi masih ada 2 atau 3 dokumen yang dibutuhkan, karena itu Direktur OPHI saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan," tuturnya.
Diberitakan, Paulus tertangkap di Singapura. KPK pun kini tengah mengurus ekstradisi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP itu.
"Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan," ujar Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Jumat.
Hingga berita ini ditulis, proses ekstradisi Paulus Tannos masih berlangsung. Fitroh menjelaskan KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum.
"Sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat meng-ekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan," kata dia.
Paulus Tannos selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP bersama tiga orang lainnya pada Agustus 2019.
Tiga orang tersebut ialah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Isnu Edhy Wijaya; anggota DPR 2014-2019 Miriam S. Haryani; dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
PT Sandipala Arthaputra menjadi salah satu pihak yang diperkaya terkait proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut. Perusahaan itu disebut menerima Rp145,8 miliar.
Walaupun menjadi anggota konsorsium terakhir yang bergabung, perusahaan milik Paulus mendapat pekerjaan sekitar 44 persen dari full keseluruhan proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun.
Sebelum ini, KPK telah lebih dulu memproses hukum sejumlah orang. Mereka ialah mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan anggota DPR Markus Nari, dua pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yakni Irman dan Sugiharto.
Kemudian Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pihak swasta Andi Agustinus, Made Oka Masagung, serta keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.
(tfq/tsa)
[Gambas:Video CNN]