Indonesia Darurat Kecelakaan, Prabowo Diminta Bentuk Satgas Keselamatan Transportasi Darat

Sedang Trending 2 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Liputan6.com, Jakarta - Pemangkasan anggaran keselamatan transportasi dinilai dapat memperburuk situasi kecelakaan di Indonesia. Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, mengingatkan bahwa keselamatan transportasi tidak boleh dikorbankan.

“Kita tidak harus menunggu ada pejabat atau keluarga pejabat yang menjadi korban. Sudah banyak nyawa hilang, sehingga harus segera dibenahi,” kata Djoko kepada Liputan6.com, Rabu (6/2/2025).

Peringatan ini muncul setelah kecelakaan Gerbang Tol Ciawi 2, Bogor, Selasa (4/2/2025) malam, yang menambah daftar panjang insiden fatal di jalan raya. Minimnya pemeliharaan kendaraan dan lemahnya pengawasan disebut sebagai faktor utama kecelakaan yang melibatkan angkutan barang.

"Permasalahan tabrakan beruntun yang berulang atau kecelakaan truk dengan dimensi dan muatan berlebih (overload overdimension/ODOL) tidak pernah mendapatkan solusi dari negara. Kejadian seperti ini merupakan akumulasi carut marut penyelenggaraan atau tata kelola angkutan logistik di Indonesia," ujar dia.

Data Bappenas (2024) mencatat bahwa pada 2023 terdapat 1,19 juta korban jiwa akibat kecelakaan lalu lintas, dengan 44% terjadi di negara berpendapatan rendah dan menengah. Di Indonesia, rata-rata korban meninggal per tahun mencapai 25 ribu jiwa, atau sekitar 3-4 orang per jam. Mayoritas korban (78%) adalah pengguna sepeda motor, dan 84% kecelakaan di perlintasan sebidang terjadi di lokasi yang tidak dijaga.

Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyatakan bahwa kecelakaan angkutan barang dan autobus 98% disebabkan oleh kelalaian pengemudi, sementara hanya 1,7% terkait kondisi kendaraan, dan 0,3% akibat faktor prasarana.

Dia mengungkapkan, sejak 2017, Kementerian Perhubungan berupaya mengatasi truk Over Dimension Over Load (ODOL). Namun, upaya ini kerap terbentur penolakan dari Kementerian Perindustrian dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), yang khawatir akan dampaknya terhadap inflasi. Hingga kini, belum ada solusi nyata untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Pungutan liar (pungli) di sektor angkutan barang juga menjadi beban bagi pengusaha dan pengemudi. “Jika dilakukan oleh oknum Aparat Penegak Hukum, maka hanya Presiden yang bisa menghentikannya,” ujar Djoko.

Ia mengungkapkan, information Korlantas Polri tahun 2024, menyebutkan faktor penyebab kecelakaan lalu lintas angkutan barang dan autobus sebanyak 98 persen karena kelalaian pengguna (human error). Sisanya 1,7 persen kondisi kendaraan tidak memenuhi standar teknis dan 0,3 persen disebabkan prasarana dan lingkungan.

"Dari full jenis kendaraan yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas, sebesar 10 persen armada angkutan barang. Menempati peringkat kedua setelah sepeda centrifugal (79 persen). Angkutan autobus 8 persen dan mobil penumpang 3 persen," ujar dia.

Selain itu, kesejahteraan pengemudi truk juga menjadi perhatian. Pemetaan Kementerian Perhubungan menunjukkan bahwa rata-rata penghasilan pengemudi truk berkisar Rp1-4 juta per bulan, masih di bawah upah minimum daerah.

Selengkapnya