ARTICLE AD BOX
Yogyakarta, CNN Indonesia --
Menteri Sosial, Saifullah Yusuf othername Gus Ipul menjawab kritik soal penggunaan istilah Sekolah Rakyat terkait programme sekolah untuk anak-anak kurang mampu.
"Ya tergantung imajinasi kita aja, ya kalau Sekolah Rakyat itu sekolah diperuntukkan untuk rakyat, ya tergantung kita aja. Kalau dikaitkan ke mana-mana bisa saja," kata Gus Ipul di Bantul, DIY, Jumat (17/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gus Ipul mengatakan Sekolah Rakyat programme pemerintah Presiden Prabowo Subianto ini didesain untuk memfasilitasi pendidikan anak dari keluarga tidak mampu dan tergolong miskin ekstrem.
"Tujuan utamanya melahirkan agen-agen perubahan untuk keluarga, untuk lingkungannya, dari mereka yang selama ini dikategorikan sebagai keluarga yang miskin ekstrem atau miskin," ujarnya.
Menurut Sekretaris Jenderal PBNU itu kementeriannya yang memiliki wewenang atas programme ini tengah berkonsultasi dan melakukan studi ke sekolah-sekolah yang menerapkan konsep serupa di berbagai daerah.
"Ya untuk mendengarkan dari banyak pihak. Saya dan pak wamen, kadang berdua, kadang bagi tugas untuk saling mendengarkan dari semua pihak masukannya, baiknya seperti apa untuk menerjemahkan untuk membuat Sekolah Rakyat," katanya.
Gus Ipul bilang kementeriannya ingin programme ini terlaksana secepatnya. Kemensos punya beberapa gedung yang bisa dipakai untuk mengawali programme Sekolah Rakyat.
"Tapi itu semuanya masih dalam simulasi-simulasi, kita masih belum menentukan skema pastinya. Tapi, pada saatnya kita akan sampaikan," ujarnya.
Sekolah Rakyat era kolonial
Kritik penamaan Sekolah Rakyat untuk programme pemerintahan Prabowo ini salah satunya datang dari Dosen Program Studi Manajemen Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, Subarsono.
Subarsono mengatakan istilah Sekolah Rakyat muncul pada era penjajahan Belanda. Ia khawatir penggunaan nama tersebut saat ini akan membentuk stigma negatif di kalangan masyarakat.
Selain itu, kata Subarsono, Sekolah Rakyat juga bisa memicu adanya diskriminasi karena eksistensi sekolah dasar.
"Sebaiknya untuk penamaannya Sekolah Unggulan saja, jangan Sekolah Rakyat sehingga tidak menciptakan dualisme dengan adanya terminologi baru yang muncul," kata Subarsono dalam laman resmi UGM.
Bukan cuma soal penamaan, Subarsono juga menilai programme sekolah rakyat di bawah Kementerian Sosial kurang tepat. Mestinya, bidang ini ditangani oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Ia meminta pemerintah lebih baik membenahi sekolah yang sudah ada saat ini. Mulai dari bangunan sekolah yang rusak, sampai gaji para guru terutama guru honorer yang memprihatinkan.
"Saya kira ini menjadi problematik berada di bawah Kementerian Sosial karena tupoksinya bukan mengurusi masalah pendidikan. Jadi, ini dipertanyakan mengenai domain dari kebijakan itu. Kalau di bawah Kementerian Sosial saya pikir itu tidak tepat," katanya.
Di samping itu, Subarsono juga menilai banyak pertimbangan yang perlu dikaji dalam merealisasikan programme ini. Sekalipun demikian, kata dia, masih ada asa dengan didirikannya Sekolah Rakyat.
"Saya pikir bukan tidak efisien tapi saya tidak yakin ketepatan untuk dilakukan saat ini. Kenapa kita tidak membenahi sistem yang sudah ada. Kan untuk sekolah itu mendapat Dana BOS dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan apabila ingin meningkatkan kualitas pendidikan bagaimana meningkatkan dana BOS, memperbaiki kurikulum, dan meningkatkan kompetensi guru," ujarnya.
Subarsono mengusulkan supaya Sekolah Rakyat menjadi kewenangan Kemendikdasmen dan dilaksanakan di lokasi yang tepat sasaran demi mengentaskan permasalahan di Tanah Air.
"(Sekolah Rakyat) dibangun di daerah yang tepat seperti 3T (Tertinggal, Terluar, dan Termiskin). Jadi, kriteria yang dibangun harus jelas seperti apa karena orientasinya untuk orang miskin, gratis, dan berasrama. Saya pikir pantasnya berada di daerah yang belum maju," katanya.
(kum/fra)
[Gambas:Video CNN]