100 Hari Pemerintahan Prabowo-gibran: Perempuan Dan Isu Gender Masih Terabaikan

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Liputan6.com, Jakarta - Pada 100 hari pertama pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, meskipun terdapat beberapa langkah signifikan dalam memperbaiki kesejahteraan sosial, terutama untuk anak-anak balita dan ibu hamil, namun pemerintah dinilai masih kurang dalam mengatasi isu gender dan perlindungan perempuan.

Menurut Kurniawati Hastuti Dewi, Peneliti sekaligus Koordinator Tim Gender dan Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), tingginya tingkat kepuasan publik terhadap programme bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil tidak lepas dari peran besar perempuan, khususnya yang tergabung dalam jejaring Posyandu.

“Peran jejaring perempuan di akar rumput seperti Posyandu sudah ada sejak Orde Baru, jauh sebelum pemerintahan Prabowo-Gibran, dan mereka berkontribusi langsung pada eksekusi programme MBG,” ujar Kurniawati kepada Liputan6.com, Jumat (24/1/2025).

Selain Posyandu, perempuan juga turut aktif dalam berbagai kelompok lainnya, seperti Persatuan Istri Tentara (Persit) dan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Kontribusi mereka di berbagai daerah menjadi faktor pendukung kesuksesan program-program ini.

"Jadi ini bukan hanya keberhasilan kerja Prabowo-Gibran, tetapi juga kontribusi kelompok perempuan di berbagai daerah," tambah Kurniawati.

Namun demikian, Kurniawati menilai bahwa meskipun pemerintahan Prabowo-Gibran sudah berhasil dalam memenuhi kebutuhan dasar melalui program-program seperti MBG, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan terkait dengan kepentingan strategis gender.

Menurutnya, programme yang ada masih berfokus pada kepentingan praktis gender (practical gender interest), seperti pemenuhan kebutuhan dasar perempuan dan anak-anak, namun perlu ada perhatian lebih pada kepentingan strategis gender yang mencakup peningkatan posisi perempuan di masyarakat.

“Pemerintahan Prabowo-Gibran harus memperhatikan kepentingan strategis gender, seperti mengatasi ketertinggalan perempuan di dalam masyarakat. Misalnya, memperkuat implementasi Perpres atau peraturan turunan dari UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual), serta memastikan pelaksanaan UU KIA (Kesejahteraan Ibu dan Anak),” jelas Kurniawati.

Tantangan Keterwakilan Perempuan di Komisi VIII DPR RI

Kritik lain datang terkait dengan kurangnya keterwakilan perempuan dalam posisi strategis di lembaga legislatif. Kurniawati menyoroti tidak adanya perempuan yang duduk sebagai Ketua di Komisi VIII DPR RI, yang memiliki tugas menangani pemberdayaan perempuan. Hal ini menjadi perhatian serius bagi publik dan gerakan perempuan, yang khawatir akan minimnya dorongan reformasi hukum pro-gender.

Selain itu, Kurniawati juga mencatat bahwa anggaran untuk Komnas Perempuan dan KKPA (Kelompok Kerja Pemberdayaan Anak) pada tahun 2025 jauh lebih kecil dibandingkan dengan anggaran untuk Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan TNI.

“Ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah bagi Prabowo-Gibran dalam mendorong agar peran perempuan di negeri ini tidak hanya digiring ke ranah domestik, tetapi juga mendorong kontribusi perempuan di berbagai lembaga negara,” tambahnya.

Selengkapnya