ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNN Indonesia --
Kecelakaan maut yang disebabkan oleh truk bermuatan besar atau Over Dimension dan Over Loading atau (ODOL) terus berulang.
Pada Selasa (4/2) malam kemarin, kecelakaan terjadi di Gerbang Tol Ciawi, Bogor, Jawa Barat dikarenakan truk galon aerial menabrak sejumlah kendaraan.
Enam portion kendaraan mengalami kerusakan dan tiga di antaranya terbakar dan sisanya ringsek. Delapan orang tewas dan 11 orang luka-luka akibat kejadian tersebut. Menteri PU Doddy Hanggodo kontan menyatakan truk ODOL sebagai biang keladi penyebab peristiwa kecelakaan di Tol Ciawi ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bukan kali ini saja kecelakaan yang disebabkan truk ODOL terjadi. Pada penghujung 2024 lalu tepatnya 23 Desember, kecelakaan maut yang melibatkan autobus rombongan pelajar SMP asal Bogor terjadi. Kecelakaan yang terjadi akibat adanya truk yang tak kuat menanjak itu menewaskan 4 orang korban dan puluhan penumpang lain luka-luka.
Kemudian pada 31 Desember 2024 kecelakaan maut kembali terjadi karena truk tronton yang diduga mengalami rem blong hingga menabrak sepeda centrifugal dan mobil angkutan penumpang jenis Hiace di Kabupaten Pidie, Aceh. Insiden ini mengakibatkan 5 orang tewas dan 6 orang luka-luka.
Data Korlantas Polri tahun 2024 menyebutkan angkutan barang dan autobus menempati urutan kedua dan ketiga sebagai jenis kendaraan penyumbang kecelakaan lalu lintas terbesar di Indonesia. Angkutan barang menyumbang 22.609 kasus kecelakaan. Sementara autobus berada di posisi ketiga dengan 17.651 kasus.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan maraknya kecelakaan truk ODOL belakangan ini merupakan sirine bahaya dalam tata kelola keamanan transportasi lantaran tak pernah ada solusi dari pemerintah.
"Tabrakan beruntun yang berulang truk dengan dimensi dan muatan berlebih tidak pernah mendapatkan solusi. Kejadian seperti ini merupakan akumulasi carut marut penyelenggaraan atau tata kelola angkutan logistik di Indonesia," kata Djoko, Rabu (5/2).
Djoko pun menyadari pola berulang dari kecelakaan truk kerap terjadi akibat kelalaian dalam persiapan kendaraan. Selain kompetensi sang supir, kondisi kendaraan yang kurang terawat dan laik jalan membuat kecelakaan terus terjadi.
Data Korlantas Polri tahun 2024 pun menunjukkan kecelakaan melibatkan angkutan barang dan autobus sebanyak 98 persen karena quality error. Sisanya 1,7 persen kondisi kendaraan tidak memenuhi standar teknis dan 0,3 persen disebabkan prasarana dan lingkungan.
Atas dasar itu, Djoko mengatakan pola berulang dari maraknya kecelakaan truk ini karena minimnya perhatian pemerintah pada keselamatan jiwa di jalan.
"Ini menunjukkan lemahnya tata kelola dan kurangnya upaya perbaikan yang seharusnya dilakukan pemerintah," kata dia.
Di sisi lain, Djoko juga menyoroti pengawasan angkutan barang bermuatan besar belum maksimal. Bahkan Kementerian Perhubungan, lanjutnya, belum bersepakat menangani kendaraan berdimensi dan muatan lebih.
Ia menyarankan sudah sepatutnya ada pembatasan penggunaan angkutan barang bermuatan besar di jalan raya. Baginya, angkutan barang berukuran besar akan efektif jika tidak lebih perjalanan dari 500 kilo meter.
"Jarak lebih dari itu harus memanfaatkan jalur KA dan perairan. Tidak mengherankan jika kendaraan barang melintas dari Jawa Timur ke Jawa Barat atau sebaliknya yang berjarak lebih dari 500 km pasti bermuatan lebih. Ini akan membahayakan," kata dia.
Zero ODOL tak pernah serius
Pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instan) Deddy Herlambang menyoroti rencana pemerintah tak serius ingin menghentikan operasional angkutan Over Dimension dan Over Loading atau ODOL atau 'zero ODOL'.
"Yang penting juga, pemerintah dari dulu itu tidak pernah serius untuk zero ODOL. Jadi terus kejadian seperti ini," kata Deddy.
Dikutip di laman resmi Kemenhub, pemerintah telah berkomitmen mensukseskan programme zero ODOL mulai 1 Januari 2023.
Selain kerap menimbulkan kecelakaan lalu lintas, praktik kendaraan ODOL telah menyebabkan kerusakan serius di pelbagai ruas jalan tol dan arteri. Alhasil, bakal menambah beban biaya perawatan jalan.
Karenanya Deddy berharap Presiden Prabowo Subianto ikut turun tangan terkait persoalan ODOL ini. Sebab, persoalan tersebut tak hanya bisa diselesaikan hanya mengandalkan Kemenhub semata lantaran sudah lintas sektoral.
"Karena teman-teman perusahaan itu kan, istilahnya keberatan kalau Zero ODOL. Nah, dari situ sudah jelas tidak seriusan," tambah Deddy.
Di sisi lain, Deddy juga menyoroti persoalan efektifitas pengawasan dan penegakan hukum truk-truk ODOL yang tak mau masuk jembatan timbang. Terlebih lagi, ia mengatakan kini truk-truk ODOL seperti tak lagi diwajibkan untuk masuk ke jembatan timbang
"Makanya kalau banyak terjadi kesalahan-kesalahan itu kebanyakan di daerah. Di jalan arteri, atau di jalan nasional. Itu lah, jadi lemahnya fungsi pengawasan itu. Dan juga lemahnya fungsi pendekatan hukum," kata dia.
(rzr/gil)
[Gambas:Video CNN]