ARTICLE AD BOX
Liputan6.com, Jakarta Sejumlah pakar hukum memberikan sorotan terhadap langkah-langkah yang diambil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memproses dan menetapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka.
Adapun ini disampaikan saat Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang dengan Firlmy Law Firm Yogyakarta menggelar Focused Group Discussion (FGD) terhadap permohonan praperadilan Hasto Kristiyanto.
Adapun turut hadir diantaranya, Chairul Huda, Prof Amir Ilyas, Prof. Eva Achjani Zulfa, Prof. Ridwan, Beniharmoni Harefa, Mahrus Ali, Aditya Wiguna Sanjaya, Idul Rishan, Maradona, dan Wahyu Priyanka Nata Permana sebagai fasilitator.
Salah satu poin penting yang disorot oleh para ahli adalah tindakan pemeriksaan dan penyitaan yang dilakukan terhadap Kusnadi, asisten pribadi Hasto. Mereka menilai bahwa proses pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK pada 10 Juni 2024 tidak sesuai dengan prosedur yang sah, karena Kusnadi tidak dipanggil terlebih dahulu sebagai saksi.
"Kami selama dua hari ini melakukan eksaminasi dan tiga putusan yang kami baca secara objektif yang kami pelajari sesuai ilmu dan kepakaran kami itu bahwa tidak ditemukan fakta bahwa Bapak HK ini terlibat atau ada dalam fakta persidangan putusan yang menyebut beliau untuk terlibat dalam kasus delik suap," kata Mahruz dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (4/2/2025).
Menurut dia, dengan tak sesuai prosedur tersebut, konsekuensi hukumnya terdapat beberapa. Antara lain barang bukti yang disita bisa dinyatakan tidak sah dalam persidangan, pihak yang dirugikan dapat mengajukan praperadilan untuk membatalkan penyitaan tersebut (Pasal 77 KUHAP), penyidik dapat dianggap melakukan kesalahan administrasi yang seharusnya dikenakan sanksi.
Pasalnya, apa yang dilakukan KPK oleh Kusnadi menyebabkan segala barang bukti yang diperoleh dipandang sebagai perolehan bukti yang tidak sah (unlawful ineligible evidence).