ARTICLE AD BOX
Liputan6.com, Jakarta - Tim Hukum dari Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail menilai tindak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka di awal penyidikan seharusnya berdasarkan KUHAP. Namun yang menimpa kliennya adalah hal sebaliknya.
“Standar Operasional Prosedur KPK. tidak benar, ini bertentangan dengan KUHAP sebab dalam proses di KUHAP itu penyidikan dulu dilakukan dengan bukti-bukti kemudian ditemukan tersangkanya, baru kemudian ditetapkan tersangkanya. Tapi ini satu proses yang dilangkahi oleh KPK yang saya kira cara-cara penetapan tersangka seperti ini diabaikan,” kata Maqdir usai sidang praperadlan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025).
Maqdir menyampaikan, kliennya disangkakan KPK secara kumulatif melakukan dua perbuatan. Namun anehnya, menurut Maqdir dua dugaan pelanggaran hukum dilakukan Hasto justru saling bertentangan yang seharusnya tidak mungkin terjadi.
“KPK mendahulukan sangkaan pelanggaran terhadap obstruction of justice, padahal ini sumbernya adalah perbuatan suap-menyuap. bagaimana ini bisa terjadi? mungkin mereka katakan ini kesalahan administrasi, kesalahan administrasi sekecil apapun dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka itu harusnya dijadikan alasan untuk membatalkan penetapan tersangka itu,” tegas Maqdir.
Maqdir menambahkan, kliennya juga disangka melakukan perbuatan pidana bersama-sama dengan orang lain, seperti dengan Saiful Bahri yang faktanya sudah divonis. Maka, bisa saja yang bersangkutan bakal kembali dihadirkan sebagai saksi dalam kasus Hasto dan bukan tidak mungkin kembali menjadi tersangka dalam perkara tersebut.
“Ini yang mau saya katakan bahwa kumulasi objektif dan kumulasi subjektif dalam perkara ini. Ini yang harus kita cemati secara bersama-sama dan ini tidak boleh diteruskan,” wanti dia.
Panggil Saksi yang Sudah Meninggal Dunia
Maqdir pun merasa miris, dengan tindakan KPK yang memanggil Viryan Azis sebagai saksi dalam kasus yang menjerat kliennya. Alasannya, yang bersangkutan diketahui sudah meninggal dunia.
“Itu orang yang sudah diketahui meninggal dunia dipanggil sebagai saksi? Ini saya nggak tahu apakah karena ketidaktahuan mereka atau karena kesembronoan di dalam mencari saksi-saksi. kalau ini kita biarkan, yang rusak seluruh sistem hukum kita ini,” kritik Maqdir.
Maqdir berharap, kasus yang menjerat Sekjen PDI Perjuangan tersebut bisa dilihat objektif semua pihak, termasuk KPK. Artinya, penegakkan hukum sejatinya dilakukan secara proporsional sesuai aturan dan tidak mengada-ada dengan menyalahi kaidah.
“Mari kita lihat bukti-buktinya, bukti-bukti yang terjadi seperti ini apakah ini yang akan kita ikuti dan digunakan untuk meneruskan menyelesaikan perkara ini? apalagi tidak ada bukti yang substansial, tidak ada bukti yang relevan, dan juga perolehan bukti itu dilakukan dengan cara-cara yang tidak legal tidak menurut hukum seperti di dalam KUHAP. Saya kira sebagai tambahan dari saya seperti itu,“ dia menandasi.
Tersangka
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Hasto Kristiyanto (HK) selaku Sekjen PDIP sebagai tersangka kasus dugaan suap Pergantian Antar Waktu (PAW) mantan calon legislatif PDIP, Harun Masiku. Penetapan tersebut disampaikan oleh Ketua KPK Setyo Budiyanto pada 24 Desember 2024.
Namun position hukum tersebut sedang diuji oleh Tim Hukum Hasto Kristianto melalui mekanisme praperadilan. Mereka menegaskan, kliennya tidak terlibat dan penetapan tersangka kepada Hasto lebih terlihat motif politiknya ketimbang pembuktian hukum.