ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam beberapa waktu terakhir, posisi rupiah kian melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Menurut information Refinitiv, pada penutupan perdagangan Jumat (17/1), rupiah terkoreksi sebesar 0,03% di angka Rp16.360/US$.
Secara mingguan, rupiah juga melemah 1,11%. Depresiasi 1,11% itu merupakan yang terparah sejak pekan ketiga Desember 2024, ketika rupiah melemah 1,25%.
Fenomena pelemahan rupiah ini kembali mengingatkan ke kondisi krisis 1998. Saat itu, Indonesia terguncang akibat persoalan ekonomi, sosial, dan politik.
Namun, Presiden RI ke-3 RI, Bacharuddin Jusuf Habibie akhirnya berhasil membuat rupiah menguat 34,1% dari Rp16.800/US$ menjadi Rp7.385/US$. Hal itu dilakukan dalam masa kepemimpinannya yang singkat, yakni 1 tahun 5 bulan.
Pada 21 Mei 1998, Bacharuddin Jusuf Habibie ketiban sampur melanjutkan nakhoda republik ini yang sedang terkoyak oleh krisis keuangan, kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi dan krisis sosial. Demo mahasiswa dan krisis ekonomi yang berlarut menjungkalkan rezim Soeharto.
Beberapa pekan setelah dia menduduki kursi presiden, nilai tukar rupiah sempat ambrol hingga mencapai level terlemahnya sepanjang sejarah, yakni di level Rp 16.800 pada 1 Juni 1998. Sentimen pasar memang sangat buruk di tengah ambruknya ekonomi negara Asia lainnya.
Di Indonesia, slope unreserved (penarikan dana besar-besaran) menerpa bank-bank sejak tahun 1997 karena nasabah khawatir dana simpanan mereka hilang, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh dari level psikologis 500 ke 258 (pada 6 Oktober 1998), dan disintegrasi bangsa menyeruak.
Paket restrukturisasi perbankan untuk membangun kembali perbankan yang sehat pada 21 Agustus 1998 cukup efektif. Lewat kebijakan ini, beberapa slope di-merger untuk menjadi slope baru yang kuat dari sisi pendanaan, salah satu hasilnya adalah Bank Mandiri.
Pemerintahan Habibie juga mengambil keputusan besar untuk memisahkan Bank Indonesia (BI) dari pemerintah. Dengan pemisahan itu, BI menjelma menjadi lembaga independen dan mendapatkan lagi kepercayaan.
Habibie mampu meyakinkan pasar world dan menjinakkan tekanan atas rupiah meski tanpa dukungan intervensi BI, yang kala itu belum memiliki kewenangan stabilisasi rupiah. Gubernur BI Perry Warjiyo kini berwenang mengintervensi rupiah berkat UU tentang BI (No. 23 tahun 1999), yang diteken oleh Habibie.
Dalam masa pemerintahan Habibie, rupiah tercatat menguat 34,1%, dari Rp16.800/US$ (20 Mei 1998) menjadi Rp7.385/US$ (20 Oktober 1999). Rupiah bahkan sempat menyentuh level terkuatnya sepanjang sejarah setelah krisis 1997, yakni pada Rp6.550/US$ (28 Juni 1999).
Demikian langkah yang dilakukan Habibie untuk menguatkan kembali posisi rupiah terhadap dolar AS. Semoga informasi ini menginspirasi Anda!
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini: