ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka-bukaan mengungkap dugaan tindak pidana suap dan perintangan penyidikan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto di sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (6/2).
Tim Biro Hukum KPK bermaksud meyakinkan hakim tunggal kalau proses penegakan hukum telah dilakukan sesuai dengan prosedur.
CNNIndonesia.com merangkum sejumlah poin penting yang disampaikan Biro Hukum dalam persidangan kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasan Harun Masiku sulit ditangkap
KPK mengatakan Harun Masiku yang saat ini berstatus buron adalah orang Toraja yang bukan kader asli PDIP. Namun, Harun disebut merupakan orang dekat mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali dan mempunyai pengaruh di sana.
"Bahwa Harun Masiku merupakan orang Toraja dan bukan kader asli PDI Perjuangan karena baru bergabung pada tahun 2018 dan memiliki kedekatan dengan Ketua Mahkamah Agung periode 2012-2022 Hatta Ali, dan diyakini Harun Masiku memiliki pengaruh di Mahkamah Agung," ujar Biro Hukum KPK di ruang sidang Prof. H. Oemar Seno Adji di PN Jakarta Selatan, Kamis (6/2).
Dalam Pileg 2019, Hasto selaku Sekretaris Jenderal PDIP menempatkan Harun pada Daerah Pemilihan (dapil) I Sumatera Selatan dengan alasan wilayah itu merupakan ground massa pemilih PDIP. Hal ini memungkinkan Harun terpilih menjadi anggota DPR RI dari dapil tersebut.
"Hasto Kristiyanto tidak menempatkan Harun Masiku pada wilayah Toraja atau wilayah Sulawesi Selatan yang merupakan daerah asli Harun Masiku," kata Biro Hukum KPK.
Namun, pada kenyataannya, Harun mendapat sedikit suara. Ia kalah.
Selanjutnya, Hasto bersama sejumlah pihak lain tetap berupaya menempatkan Harun ke Senayan termasuk dengan dugaan tindak pidana suap kepada mantan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan.
Hasto siapkan Rp400 juta
Dalam jawabannya, Biro Hukum KPK mengungkapkan Hasto menyiapkan uang sejumlah Rp400 juta untuk mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.
Uang tersebut merupakan bagian dari dugaan suap terhadap Wahyu.
"Bahwa pada tanggal 16 Desember 2019 sekitar pukul 16.00 WIB, Kusnadi selaku Staf Sekretaris Jenderal DPP PDIP menghadap Donny Tri Istiqomah (Advokat PDIP, position tersangka) di ruang rapat DPP PDIP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat," ujar anggota Biro Hukum KPK.
Janjikan Riezky jabatan di BUMN
Hasto disebut menjanjikan Riezky Aprillia jabatan Komisaris BUMN atau Komisioner Komnas HAM asal mau menyerahkan kursi DPR RI dapil 1 Sumatera Selatan kepada Harun.
Biro Hukum KPK mengatakan Hasto menyuruh Kader PDIP Saeful Bahri (mantan terpidana) untuk meminta Riezky melepaskan jabatannya. Bahkan, Saeful sampai terbang ke Singapura menemui Riezky pada 25 September 2019.
"Saeful Bahri mengatakan jika diutus dan diperintah oleh pemohon (Hasto) dan meminta kepadanya untuk mengundurkan diri dari caleg terpilih, akan diberikan rekomendasi menjadi Komisioner Komnas HAM atau Komisaris BUMN," kata Biro Hukum KPK.
Saeful bertemu Riezky di Shangri-La Orchard Hotel Singapura. Sebelumnya, mantan anggota DPR itu diminta hadir di DPP PDIP Jakarta oleh Advokat Donny Tri Istiqomah (tersangka), namun menolak.
Tawaran jabatan di Komnas HAM maupun BUMN itu ditolak Riezky. Ia melawan karena ingin menjadi anggota dewan.
"Tujuan dari mundurnya Riezky Aprillia adalah untuk digantikan Harun Masiku sebagai caleg terpilih. Namun, Riezky Aprillia menolak tegas dan mengatakan akan melawan," ucap Biro Hukum KPK.
Mendengar jawaban tersebut, Hasto disebut tidak menyerah. Berdasarkan penjelasan dari KPK, Hasto pada akhirnya menggunakan jalur suap dengan mendekati mantan Komisioner KPU RI yang diketahui sempat menjadi kader PDIP yakni Wahyu Setiawan.
Hasto disebut menyiapkan sebagian uang sejumlah Rp400 juta untuk Wahyu. Namun, usaha memasukkan Harun ke Senayan gagal setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Terganjal Firli
Pimpinan KPK periode 2019-2024 Firli Bahuri Cs disebut tidak ingin menaikkan position Hasto menjadi tersangka setelah melakukan gelar perkara atau ekspose pada awal tahun 2020 lalu.
Biro Hukum KPK menceritakan, setelah gagal menangkap tangan Harun dan Hasto, tim penindakan KPK menuju Kantor DPP PDIP untuk melakukan penyegelan tetapi dihalangi oleh petugas keamanan.
Atas dasar itu, tim penindakan KPK balik ke Gedung Merah Putih KPK guna melaksanakan ekspose perkara tangkap tangan bersama pimpinan dan jajaran struktural penindakan lainnya.
"Bahwa di dalam forum rapat ekspose, tim KPK yang melaksanakan OTT sudah memaparkan rangkaian peristiwa secara runut dan rinci. Termasuk peran pemohon [Hasto Kristiyanto] dalam konstruksi perkara tersebut," tutur Biro Hukum KPK.
"Tetapi, pimpinan saat itu belum menyepakati menaikkan position pemohon sebagai tersangka karena menunggu perkembangan hasil penyidikan," imbuhnya.
Ungkit momen di PTIK
Dalam persidangan kemarin, Biro Hukum KPK mengungkit peristiwa di Kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, awal tahun 2020 lalu.
Biro Hukum KPK mengungkapkan sekelompok petugas kepolisian di bawah pimpinan AKBP Hendy Kurniawan menggagalkan OTT terhadap Harun dan Hasto.
"Sekira pukul 20.00 WIB, tim termohon [KPK] yang terdiri atas lima orang ditangkap oleh segerombolan orang di bawah pimpinan AKBP Hendy Kurniawan, sehingga upaya tangkap tangan Harun Masiku dan pemohon tidak bisa dilakukan," ucap Biro Hukum KPK.
Ia mengatakan justru tim KPK digeledah tanpa prosedur, diintimidasi dan mendapatkan kekerasan verbal dan fisik oleh AKBP Hendy Kurniawan dkk. Alat komunikasi dan beberapa barang milik tim KPK tersebut juga diambil paksa.
"Kemudian diminta keterangan sampai pagi jam 04.55 WIB. Bahkan, petugas termohon dicari-cari kesalahan dengan cara dites urine narkoba, namun hasilnya negatif dan baru dilepas setelah dijemput oleh Direktur Penyidikan termohon," ungkap dia.
Kegagalan dalam OTT tersebut juga ada andil dari pimpinan KPK terdahulu era Firli Bahuri Cs.
Firli saat itu mengumumkan kegiatan OTT yang sedang dilakukan ke publik padahal belum semua pihak ditangkap. Selain itu, Firli dan pimpinan KPK lainnya disebut tidak ingin menaikkan position Hasto menjadi tersangka setelah mendapat penjelasan dari tim penindakan di forum ekspose.
Hasto melawan
Hasto disebut memberikan perlawanan saat handphone-nya hendak disita penyidik KPK. Ponsel tersebut sempat dibawa oleh staf Hasto yang bernama Kusnadi- peristiwa ini belakangan dipermasalahkan tim hukum Hasto.
"Bahwa dalam proses pemeriksaan pemohon [Hasto Kristiyanto] pada tanggal 10 Juni 2024, diawali saat penyidik memeriksa pemohon selaku saksi di ruang pemeriksaan nomor 27, Gedung Merah Putih KPK RI, pada saat pemeriksaan, penyidik termohon [KPK] menanyakan apakah pemohon membawa handphone dan saat itu dijawab bahwa handphone dibawa stafnya yang bernama saudara Kusnadi," kata Biro Hukum KPK.
Penyidik mengatakan penyitaan harus dilakukan karena ada indikasi komunikasi antara Hasto dan Harun. Penyidik lantas meminta Kusnadi naik ke ruang pemeriksaan Hasto.
"Penyidik termohon menduga pemohon pernah melakukan komunikasi dengan Harun Masiku. Selanjutnya penyidik termohon bersama rekan penyidik lain menemui Kusnadi yang ada di depan Gedung Merah Putih KPK. Setelah bertemu, penyidik termohon menyampaikan agar Kusnadi naik ke lantai 2 untuk menemui pemohon di ruang pemeriksaan nomor 27," tutur Biro Hukum KPK.
Penyidik kemudian meminta Kusnadi menyerahkan ponsel Hasto. Namun, Hasto keberatan dan melakukan perlawanan. Ia tidak menandatangani berita acara penyitaan.
Perintah rendam HP
Hasto disebut memerintahkan Harun untuk menghilangkan barang bukti termasuk merendam handphone ke dalam air. Momen itu terjadi bersamaan dengan tim penindakan KPK menggelar OTT pada Rabu, 8 Januari 2020 lalu.
Perintah Hasto itu tergambar dari hasil sadapan yang memuat percakapan antara Nur Hasan, penjaga rumah inspirasi Jalan Sutan Sjahrir Nomor 12 A dengan Harun yang dibuka Biro Hukum KPK di persidangan.
"Atas perintah pemohon [Hasto Kristiyanto] tersebut, Harun Masiku menghilang dan kabur sampai dengan saat ini dan ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang atau DPO termohon [KPK]," ungkap Biro Hukum KPK.
Bantahan tim hukum
Tim penasihat hukum Hasto, Ronny Talapessy, membantah tudingan KPK mengenai kliennya menyiapkan uang sejumlah Rp400 juta untuk mengurus penetapan PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.
"Tidak benar, itu sudah teruji. Cara kita berpikir adalah apa yang disampaikan oleh rekan-rekan KPK ini tidak menjawab permohonan kami. Kenapa? Kami menyampaikan terkait dengan sudah adanya putusan pengadilan yang sudah inkrah," ujar Ronny.
Ia menjelaskan berdasarkan putusan pengadilan perkara tiga terdakwa yakni Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri, tak ada satu pun yang menyebut Hasto menyiapkan uang suap.
"Di dalam putusan yang sudah diuji di persidangan secara terbuka, kemudian sudah bisa diakses oleh publik putusan tersebut, bahwa di dalam putusan Wahyu Setiawan yang tadi nomor 28, tanggal 24 Agustus 2020, di sini menjelaskan bahwa poin 5 menimbang bahwa dana operasional tahap pertama tersebut berasal dari Harun Masiku, yang diterima oleh Saeful Bahri secara bertahap, yakni pada tanggal 16 Desember 2019 sebesar Rp400 juta yang dititipkan oleh Harun Masiku kepada Kusnadi untuk diberikan kepada Donny Tri Istiqomah," tutur Ronny.
(gil)
[Gambas:Video CNN]