Alumni Belum Kembalikan Ijazah, Ketua Stikom: Mungkin Berpikir Izin Kampus Akan Dicabut

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Liputan6.com, Jakarta Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Bandung, Dedy Djamaluddin Malik, menyayangkan banyaknya alumni terdampak pembatalan 233 ijazah yang belum mengembalikan dokumen tersebut. Dia menduga masalah di kampus membuat mereka urung mengambil langkah tersebut.

"Harus (mengembalikan). Maksudnya gini, kalau ini kan sudah terlambat nih, karena tanggal 4 Desember kita kasih deadline untuk pengembalian itu. Nah misalnya kan mungkin ada yang milih, ah biar saja, misalnya, Stikom-nya itu jangan-jangan dicabut izinnya, jadi kita kan aman tidak usah ngembalikan ijazah, kan ada yang berpikir gitu," tutur Dedy saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (16/1/2025).

Namun yang menjadi persoalan, kata dia, jika nyatanya nanti Stikom Bandung dicabut sanksi othername tetap menjadi lembaga perguruan tinggi, maka tidak ada pilihan lain bagi eks mahasiswa yang menginginkan keabsahan ijazahnya, untuk mengikuti aturan perbaikan.

"Memperbaiki ijazah itu kecuali ya tadi menyerahkan kan gitu. Nah itu kan terlambat (mengembalikan), kita akan konsultasikan. Kalau kata misalnya tim EKA itu enggak apa-apa terlambat, terima saja gitu, misalnya, perbaiki sesuai dengan mekanisme yang kita akan terima gitu," jelas dia.

Diketahui, Tim Evaluasi Kerja Akademik (EKA) Kemenristek Dikti melakukan monitoring kinerja periode 2018-2023 terhadap Stikom Bandung. Hasilnya, ditemukan adanya sejumlah permasalahan.

"Nah, ketika di Stikom itu ditemukan hal yang menarik. Yaitu pertama, ada perbedaan nilai antara di information kami, di SIMAS dengan di information Dikti. Misalnya di kita 149, kemudian di sana itu 139, misalnya gitu. Itu ternyata ditemukan beberapa kali," tutur Dedy kepada Liputan6.com, Kamis (16/1/2025).

Kemudian, temuan lainnya yakni tidak seluruh Penomoran Ijazah Nasional (PIN) ditemukan di Stikom Bandung. Tidak ketinggalan, urusan isi skripsi mahasiswa yang masuk radar tes plagiasi.

"Skripsi itu kan kita baru pembimbing utama dan pembimbing ke satu, dua pembimbing. Kemudian setelah sidang dibuat itu fakta integritas bahwa skripsi ini ditulis tanpa plagiasi lah, kira-kira gitu. Nah, kata tim itu kan sekarang sudah diberlakukan itu tes plagiasi namanya Turnitin, jadi itu harus dites gitu. Nah, itu terkait dengan pembatalan," ujar Dedy.

Menurut peraturan, setiap kampus memiliki tingkat toleransi dalam tes plagiasi. Jika suatu kampus menetapkan batas 40 persen, maka apabila terdeteksi mencapai lebih dari angka itu wajib diperbaiki.

"Demikian juga misalnya kalau SKS-nya ada yang kurang, itu harus diperbaiki. Misalnya kalau betul information di kita dengan di mahasiswa, di alumni itu clear gitu bahwa ada kekurangan, itu harus diambil lagi. Tapi kekurangannya itu bukan seluruhnya awal semester sampai 8 semester dia kuliah lagi, enggak," ungkapnya.

"Seperti tadi misalnya 139, kalau (harus) 144 berarti kan cuma 5 SKS. Nah, dua mata kuliahlah, satu 3 SKS, satu 2 SKS, kan kira-kira gitu perbaikannya," lanjutnya.

Pengadilan Negeri Solo menjatuhkan vonis 6 tahun penjara untuk Bambang Tri Mulyono dan Gus Nur. Keduanya merupakan terdakwa atas kasus penyebaran berita bohong terkait ijazah palsu Presiden Jokowi.

Selengkapnya